BUKITTINGGI – Pusat Hubungan Internasional (International Office) Universitas Islam Negeri (UIN) Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi menggelar Seminar Internasional bertema “Language, Da’wah, and Knowledge Islamization: A Cross-Disciplinary Inquiry into Islamic Epistemology”, Senin (1/9/2025). Kegiatan ini menjadi bagian penting dari rangkaian Lawatan Ilmiah dosen dan mahasiswa Fakultas Sains Sosial (FSS) Universiti Islam Selangor (UIS) Malaysia ke UIN Bukittinggi. Seminar ini mengarah pada integrasi keilmuan lintas bidang—bahasa, dakwah, dan epistemologi Islam—dalam rangka membangun kembali fondasi peradaban Islam berbasis wahyu dan akal yang harmonis.
Kepala International Office UIN Bukittinggi, Dr. Irwandi, menyebut Seminar Internasional ke-2 yang digelar International Office UIN Bukittinggi tahun ini menggandeng akademisi dari Universiti Islam Selangor (UIS) Malaysia, Universiti Sultan Sharif Ali (UNISSA) Brunei Darussalam, dan Universiti Ummul Quro’ Makkah al-Mukarramah.
Puncak seminar menghadirkan narasumber utama Prof. Dr. Khalid Annamlah, dosen Universitas Ummul Quro’ yang juga Direktur Bajdah Educational, Arab Saudi. Dalam pemaparannya, Prof. Khalid menekankan urgensi penguatan pembelajaran al-Qur’an dan bahasa Arab sebagai dasar utama dalam memahami agama secara mendalam. “Bahasa Arab bukan hanya kunci ilmu, tetapi juga pintu hidayah. Kita harus memperkuat literasi Qur’ani umat sejak dini,” ujarnya. Pada kesempatan yang sama, ia juga secara resmi meluncurkan aplikasi Alfatihah—sebuah inovasi digital yang dikembangkan Bajdah Educational untuk membantu umat Islam melatih dan mengevaluasi bacaan surah Al-Fatihah secara mandiri. “Aplikasi ini memberikan akses gratis bagi siapa pun yang ingin menyempurnakan bacaan Qur’an mereka secara praktis dan terukur,” jelasnya.
Seminar ini juga diisi oleh akademisi dari berbagai negara. Dr. Arman Husni dari UIN Bukittinggi menegaskan bahwa integrasi antara bahasa Arab, dakwah, dan Islamisasi ilmu pengetahuan adalah jalan untuk menghidupkan kembali peradaban Islam. “Sejarah telah membuktikan, kejayaan Islam lahir saat agama dan ilmu menyatu. Ketika wahyu menjadi cahaya akal, lahirlah peradaban emas,” ujarnya. Sementara itu, Leli Lismay, Ph.D., menyoroti perlunya pendekatan dekolonial dalam pengajaran bahasa Inggris untuk studi Islam. “Dekolonisasi bahasa berarti memberi ruang bagi narasi lokal untuk berbicara atas nama dirinya sendiri,” ungkapnya tegas.
Dari Brunei Darussalam, Dr. Mohammad Hilmy Baihaqy mempresentasikan makalah bertajuk “Membangun Pendidikan Sains ke Arah Negara Zikir”, yang menekankan pentingnya sains yang berlandaskan tauhid dan wahyu. Dari Malaysia, Dr. Mahanum binti Mahdun mengulas tentang linguistik terapan dalam konteks dakwah Islam. “Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, tetapi instrumen membentuk kesadaran spiritual umat,” katanya. Sementara itu, Puan Nur Aina Nabila Dundai mengangkat tema Komunikasi Islam, dengan menekankan pentingnya kejujuran, empati, dan kesantunan sebagai prinsip utama dalam menyampaikan pesan dakwah secara efektif di era digital.
Rektor UIN Bukittinggi, Prof. Dr. Silfia Hanani, mengapresiasi seminar ini sebagai tonggak penting dalam membangun jejaring akademik lintas negara dan memperkuat fondasi keilmuan Islam yang holistik. “Kita tidak bisa terus-menerus mengimpor ilmu tanpa menyaringnya dengan nilai wahyu. Seminar ini membuka ruang kolaborasi strategis yang akan kami tindak lanjuti dalam bentuk kurikulum integratif dan riset lintas institusi,” ujarnya. Ia juga menyampaikan kebanggaannya terhadap kontribusi aktif mahasiswa dari UIN Bukittinggi dan UIS, yang dinilai sebagai generasi penerus dakwah intelektual Islam yang berwawasan global dan berakar lokal. ()